Tuesday 4 December 2007

Sudahkah Beramal di Jalan ada di Jalan yang Benar?

Fenomena maraknya aktivitas pengamen, pengemis, pengasong dan orang-orang yang mencari uang di jalanan adalah realita yang tidak dapat dipungkiri semakin meningkat di Yogyakarta. Semakin banyak manusia-manusia dari berbagai tingkat umur dan jenis kelamin menggantungkan nasibnya di perempatan-perempatan berlampu lalu lintas. Mereka memanfaatkan saat menunggu lampu merah untuk mendekati para pengguna jalan mengharapkan uluran uang kecil sebagai “balas jasa” atas pekerjaan mereka atau bahkan sebagai wujud rasa belas kasihan.
Salah satu modus operandi yang dilakukan pengemis adalah dengan membawa anak kecil untuk lebih memperkaya nuansa melas yang ujung-ujungnya adalah meningkatnya rasa belas kasihan para pengguna jalan. Maka, kita tidak jarang melihat ibu-ibu menggendong bayi dengan selendang mendekati mobil-mobil yang berhenti. Anak-anak kecil atau bahkan bayi-bayi itu tampak dekil, berkulit hitam dan beberapa di antaranya memakai pakaian luthuk. Anak di bawah lima tahun (balita) pun selalu terekspos oleh sinar matahari yang terik, air ketika hujan atau gerimis dan semburan asap hasil polusi kendaraan bermotor ketika para pengemis menjalankan profesinya.
Kita mungkin bisa membayangkan bahwa mereka kelak ketika dewasa menjadi anak atau orang yang kotor dan bahkan tidak sehat. Secara mental, mereka juga telah kehilangan masa-masa kanak tanpa aktivitas bermain dan belajar. Anak-anak itu pun akhirnya hanya mendapat pelajaran bahwa mengemis dapat mendatangkan pendapatan. Inilah wajah sebagian kecil generasi muda kita yang kelak akan mungkin akan kehilangan masa depan nan cerah.
Maraknya ibu pengemis yang mengeksploitasi anak atau bayi untuk menambah rasa belas kasihan itu juga merupakan kesalahan kita semua. Mereka tetap melakukan aktivitasnya karena terbukti dapat mendatangkan penghasilan dan keberadaan anak atau bayi di gendongan telah meningkatkan pendapatan mereka. Kegiatan mereka akan surut jika benar-benar terbukti bahwa menggendong anak-anak balita tidak memberikan manfaat.
Salah satu upaya menyalurkan kepedulian terhadap anak-anak yang tidak beruntung tersebut adalah dengan tidak memberikan uang kepada para pengemis. Dalam jangka pendek, memberi uang memang akan menolong mereka menjalani kehidupan tiap hari. Uang yang kita berikan akan menambah penghasilan mereka sehingga kemampuan untuk membiayai hidup lebih besar. Dalam jangka panjang, kita memberikan kesempatan kepada para pengemis untuk terus melakukan aktivitasnya karena mereka merasakan bahwa keberadaan anak atau bayi telah meningkatkan “kesejahteraan”. Mereka pun akan terus berada di jalanan dengan mungkin anak balita yang berbeda-beda. Bukankah isu tentang sewa-menyewa anak untuk mengemis adalah hal yang sudah diterima umum?
Dampak jangka panjang yang tidak baik bagi anak seharusnya menyadarkan kita untuk sedikit mengerem pemberian uang kepada pengemis. Beramal adalah perbuatan yang mulia dan semua agama pun mengamininya, tetapi apakah kegiatan itu tetap dilakukan ketika amal baik kita justru menjerumuskan orang-orang yang justru akan mengorbankan masa kecil generasi muda hanya untuk kepentingan sesaat? Sudahkah amal kita di jalan adalah jalan yang benar untuk membantu sesama?

1 comment:

Unknown said...

Make it happen! Do some Action! Don't just "talking empty" dear!